Langsung ke konten utama
F. Jonesuan
Novel Sejarah Mata Elang di Sungai Angke

SINOPSIS

Novel Detektif Sejarah Mata Elang di Sungai Angke (1740-1743) berawal dari kaisar Tiongkok melindungi selir gelapnya dari ancaman permaisuri. Permaisuri cemburu setelah mengetahui ruang pribadi kaisar terhubung dengan kamarnya. Selir gelap itu bernama Jundie, selanjutnya dalam novel ini menjadi tokoh “aku.”
Jundie wanita centil, mudah bergaul, detail, cerdas, sangat perhatian, dan mempunyai kemampuan menembus waktu melalui kekuatan cenayangnya. Tidak hanya permaisuri yang cemburu, karakter Jundie yang suka memberi perhatian kepada pangeran Khee membuat kaisar juga cemburu. Dia saudara kaisar beda ibu. Kaisar memporak-porandakan pasukan pangeran Khee hingga melarikan diri ke Jawa.
Dari sini awal perjalanan detektif Jundie ke tanah Jawa. Konspirasi permaisuri untuk Jundie menjadi seorang spionase menyudutkan kaisar. Jundie bukan spionase sungguhan. Hanya intrik kaisar, bagaimana saat keluar kerajaan bisa nyaman dan dekat dengan Jundie nakalnya. Satu-satunya jalan, beliau berpura-pura mengangkat Jundie menjadi spionase kerajaan.
https://www.tokopedia.com/ibrahpekenkita/novel-sejarah-mata-elangKaisar tidak mau kalah, beliau lebih cerdik dan cerdas menghadapi makar orang-orang sekitarnya. Dalam waktu singkat kaisar mempola Jundie menjadi detektif tidak sekedar berpura-pura. Kaisar memberi bekal stempel kerajaan, peta, konsep, dan tujuan hunting ke Jawa yang masih dirahasiakan.  
Bersama seorang mantan kasem, kapiten Nie Hoi Kong dan orang Celebes, dalam waktu singkat Jundie memahami peradaban Jawa mulai residen Semarang, keraton Mataram, dan kerajaan bisnis Batavia milik kompeni. Sedangkan di Mataram ikut berperan meluruskan isu perselingkungan bunda Ratu Ageng Amangkurat dengan guru ngaji keraton Mataram, dan berhasil mengembalikan nama baik bunda ratu Ageng.
Bagaimana peta konsep kaisar hingga ending Mata Elang di Sungai Angke (1740-1743) yang masih dirahasiakan itu laksana mesin pembunuh yang santun. Kedekatannya dengan kaisar dan sikap mesrahnya dengan pangeran Khee serta orang-orang yang menjadi teman seperjalanan, juga di dalamnya masih ada teman teman terselubung ikut serta mendukung keberhasilan Jundie mewujudkan peta konsep yang rahasia.

Penulis, 12 Maret 2020

Fatee Jonesuan 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Album Kenangan Pondok Ramadhan 1989-1990 Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan

F. Jonesuan

Pengobatan Penyakit Hati

indopena Saya menyelesaikan buku ini tanggal 18 Maret 2002. Banyak orang bertanya, apa itu hati, dimana, dan seberapa jauh peranannya terhadap manusia. Apakah manusia itu, adalah hati itu sendiri ? Terkenal dengan sebutan  "Al qalb," Al Qur'an menyebut "An nafs" dan istilah-istilah yang lain. Yang jelas kita punya hati. Setiap disiplin ilmu  menyebutkan istilahnya berbeda-beda. Istilah dalam Al Qur'an, "hati" diklasifikasikan sesuai dengan karakter dan wataknya; ada yang disebut nafsu lawwamah (ada yang menyebutnya nurani), dan juga nafsul mutmainnah (jiwa yang tenang), dan ada nafsu jahat. Masing-masing memiliki kecenderungan dan watak yang berbeda-beda.  Saya mengawalinya dengan mengenal watak dasar hati, sifat dan kecenderungannya, karena dengan mengenal hati kita sendiri, kita bisa menaklukkan hal-hal buruk yang menguasai hati.  Termasuk mengenali penyakit hati, karena dengan mengenali penyakit, kita bisa mengobati penyakit itu sendi

Mitologi-Sejarah Prasasti Gosari 1376 M

F. Jonesuan PRAKATA Gosari menjadi titik bandar terbesar abad ke-07 pada saat Jawa bagian Timur belum ada kerajaan. Kehidupan maritim lebih kental daripada kehidupan Agraris. Kehidupan Agraris di sepanjang sungai Brantas dan Solo, dan kehidupan Maritim berada di pantura pada saat kekuasaan Melayu dan Sriwijaya “bajak laut,” menguasai jalur laut pantura. Sepanjang pantai Tuban (pelabuhan   Kambang Putih) sejak era Daha Airlangga sudah menjadi pelabuhan internasional, sedangkan pelabuhan lokal, yang mengangkut barang-barang dari pedalaman via sungai Berantas atau Solo bagian Timur berakhir (akses perdagangan) di pelabuhan Ujung Galuh Surabaya. [1] Kedua pelabuhan ini sudah ada sejak pemerintah kerajaan Daha Airlangga. Pelabuhan Kambang Putih terakhir digunakan saat tentara Kubilai Khan Cina-Mongol mendarat di Jawa (1292) melalui Kambang Putih Tuban. Sejak peristiwa itu pelabuhan Tuban terjadi pendangkalan endapan lumpur) [2] dan tidak bisa digunakan lagi, konon dijadikan persembunyi